BAB 2
PEMBAHASAN
Pengertian haji, secara
garis besar, dapat disimpulkan bahwa “Haji adalah berkunjung ke Baitullah,
untuk melakukan Thawaf, Sa’i, Wukuf di Arafah dan melakukan amalan – amalan yang
lain dalam waktu tertentu (antara 1 syawal sampai 13 Dzul Hijjah) untuk
mendapatkan keridhaan Allah SWT”.
Haji (Bahasa Arab: حج;
transliterasi: Hajj) adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima
setelah syahadat, salat, zakat dan
puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan
kaum muslim sedunia
yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan
beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu
waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Zulhijah). Hal ini
berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Secara lughawi,
haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. [1]
Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni
tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah
dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu
pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain
Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud
dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai
sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf,
sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di
Mina, dan lain-lain. [2]
Haji diwajibkan atas kaum
muslimin-muslimat yang sudah mampu satu kali seumur hidup.
B.
MACAM - MACAM HAJI
Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji
yang ingin dilaksanakannya. Rasulullah SAW memberi kebebasan dalam hal itu,
sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.
Aisyah RA berkata: Kami berangkat beribadah bersama
Rasulullah SAW dalam tahun hajjatul wada. Di antara kami ada yang berihram,
untuk haji dan umrah dan ada pula yang berihram untuk haji. Orang yang berihram
untuk umrah ber-tahallul ketika telah berada di Baitullah. Sedang orang yang
berihram untuk haji jika ia mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia tidak
melakukan tahallul sampai dengan selesai dari nahar.[3][1]
Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud.[1]
1. HAJI IFRAD
Definisi lainnya, Yaitu Melaksanakan secara terpisah antara
haji dan umrah, dimana masing-masing dikerjakan tersendiri, dalam waktu berbeda
tetapi tetap dilakukan dalam satu musim haji. Pelaksanaan ibadah Haji dilakukan
terlebih dahulu selanjutnya melakukan Umrah dalam satu musim haji atau waktu
haji.
Dibatas miqat sebelum memasuki Mekah jemaah haji harus sudah
memakai pakaian ihram serta niat untuk melaksanakan “Ibadah Haji” sekaligus
“Ibadah Umrah”. Jama’ah harus tetap berpakaian ihram sampai selesai
melaksanakan kedua ibadah tersebut yaitu sejak tiba di Mekah sampai lepas hari
Arafah 9 Zulhijah. Selama memakai pakaian ihram segala larangan harus
ditaati dan jema’ah yang memilih haji ifrad disunatkan melakukan Tawaf
Qudum, yaitu tawaf sunat saat baru tiba di Mekah. Haji Ifrad
memang paling berat tetapi juga paling tinggi kualitasnya karena itu yang
melaksanakan Haji Ifrad tidak dikenakan Dam atau denda
a) PELAKSANAAN
HAJI IFRAD
Haji Ifrad
Haji Ifrad adalah melakukan ihram untuk berhaji saja
(tanpa umrah) di bulan-bulan haji. Setiba di Makkah, melakukan thawaf qudum
(thawaf di awal kedatangan di Makkah), kemudian shalat dua rakaat di belakang
maqam Ibrahim. Setelah itu bersa’i di antara Shafa dan Marwah untuk hajinya
tersebut (tanpa bertahallul), kemudian menetapkan diri dalam kondisi berihram
hingga datang masa tahallulnya di hari nahr (tanggal 10 Dzul Hijjah). Boleh
pula baginya untuk mengakhirkan sa’i dari thawaf qudumnya, dan dikerjakan
setelah thawaf hajinya (ifadhah). Terlebih ketika kedatangannya di Makkah agak
terlambat dan khawatir tidak bisa tuntas mengerjakan hajinya bila disibukkan
dengan kegiatan sa’i, sebagaimana haji Qiran. Untuk haji Ifrad ini, tidak ada
kewajiban menyembelih hewan kurban. (Disarikan dari Dalilul Haajji wal
Mu’tamir, terbitan Departemen Agama Saudi Arabia hal. 15,16, & 19, dan
www.attasmeem.com, Manasik Al-Hajj wal ‘Umrah, karya Asy-Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-’Utsaimin)
MIQAT ditanah air. Bagi yang memilih miqat ditanah
air hendaknya melakukan persiapan ihram untuk haji sabagai berikut :
- Memotong Kuku.
- Memotong rambut secukupnya.
- Mandi sunnat ihram.
- Memakai wangi-wangian.
- Memakai pakaian ihram.
MIQAT di Saudi. Jama’ah haji yang datang ketanah
suci lebih awal biasanya akan berangkat duluan ke Madinah. Nanti mendekati
“Hari Arafah” 9 Zulhijah baru menuju Mekah. Miqat dilaksanakan ditanah suci
yaitu disalah satu tempat. Ditempat Miqat ini jama’ah melakukan hal-hal sebagai
berikut :
- Shalat sunnat ihram 2 rakaat, jika mungkin.
- Berniat Haji : Labbaika Allahumma’ Hajjan.
- Diperjalanan ke Mekah banyak-banyak membaca “Talbiah”
Tiba di Mekah jama’ah akan langsung masuk penginapan untuk
istirahat sejenak, selama di mekah jema’ah melakukan kegiatan sebagai berikut :
- Melakukan Tawaf Qudum (Tawaf sunnat waktu baru tiba di Mekah).
- Setelah Tawaf boleh langsung Sa’i tetapi tidak boleh tahallul karena Jema’ah haji ifrad boleh tahallul nanti setelah Tawaf dan Sa’i haji dilaksanakan.
PELAKSANAAN HAJI IFRAD
TEMPAT
|
TANGGAL
|
KEGIATAN
|
Mekah
|
8 Zulhijah (pagi)
|
|
Mina
|
8
Zulhijah (siang - malam)
|
|
Mina - Arafah
|
9 Zulhijah (Pagi)
|
|
Arafah
|
9
Zulhijah (siang - sore)
|
|
Arafah - Muzdalifah
|
9 Zulhijah (sore-malam)
|
|
Muzdalifah
|
9
Zulhijah (malam)
|
|
Mina
|
10 Zulhijah
|
|
Mina
|
11
Zulhijah
|
|
Mina
|
12 Zulhijah
|
|
Mina
|
13
Zulhijah (pagi)
|
Bagi
yang Nafar Tsani :
|
Mekah
|
13 Zulhijah (siang - malam)
|
|
b) PELAKSANAAN
UMRAH IFRAD
Setelah melaksanakan “Ibadah Haji“jema’ah
harus bersiap lagi untuk melaksanakan “Ibadah Umrah“.
Persiapan ihram dilakukan dipenginapan di Mekah, dan Miqatnya di Tan’im atau Ji’ranah. Rincian
Ibadah Umrah untuk Haji Ifrad adalah sebagai berikut :
- Melakukan persiapan ihram.
- Mandi sunnat ihram.
- Memotong Kuku.
- Memotong rambut secukupnya.
- Memakai wangi-wangian.
- Memakai pakaian ihram, berangkat ke batas Miqat di Tan’im atau Ji’ranah. Disini jama’ah melakukan hal-hal sebagai berikut ;
- Shalat sunat ihram 2 rakaat.
- Melafazkan niat umrah : (Labbaika Allahuma Umratan).
- Berangkat ke Mekah dan dalam perjalanan membaca Talbiyah sebanyak-banyaknya.
- Di Mekah jama’ah melakukan hal-hal sebagai berikut.
- Tawaf Umrah
- Melaksanakan Sa’i
- Tahallul
Dengan selesainya pelaksanaan ibadah Umrah ini, selesai
pulalah seluruh rangkaian pelaksanaan Haji Ifrad.
2. HAJI
TAMATTU
Tamattu artinya bersenang-senang adalah melaksanakan
Ibadah Umrah terlebih dahulu dan setelah itu baru melakukan Ibadah Haji.
setelah selesai melaksanakan Ibadah Umran yaitu : Ihram,
tawaf, Sa’i jamaah boleh langsung tahallul, sehingga
jama’ah sudah bisa melepas ihramnya. selanjutnya jama’ah tinggal menunggu
tanggal 8 Zulhijah untuk memakai pakaian Ihram kembali dan berpantangan lagi
untuk melaksanakan Ibadah Haji. Karena kemudahan itulah Jema’ah dikenakan “Dam”
atau denda. yaitu menyembelih seekor kambing atau bila tidak mampu dapat
berpuasa 10 hari. 3 hari di Tanah Suci, 7 hari di Tanah Air.
Bagi jema’ah yang lebih awal berada di Madinah persiapan
ihramnya dilaksanakan di Madinah sedangkan Miqatnya dilakukan di Bir Ali (Zulhulaifah), di jalan
raya menuju Mekah sekitar 12 KM dari kota Madinah. Sedangkan bagi jema’ah
yang datang belakangan dan langsung ke Mekah miqatnya dapat dilakukan di
pesawat udara saat melintas batas miqat. Persiapan Ihram untuk ibadah Umrah
sebaiknya dilakukan di tanah air sebelum berangkat.
a) PELAKSANAAN
IBADAH UMRAH HAJI TAMATTU
Bagi Jama’ah haji yang baru berangkat ataupun telah sampai
dapat melakukan niat dan melaksanakan tertib haji sebagai berikut :
Persiapan Ihram :
- Memotong Kuku.
- Memotong rambut secukupnya.
- Mandi sunnat ihram.
- Memakai wangi-wangian.
- Memakai pakaian ihram.
MIQAT di Saudi. (Bir Ali, Rabiqh, Zatu Irqin, Qarnul Manazil
dan Yalamlam) Ditempat Miqat ini jama’ah melakukan hal-hal sebagai
berikut :
- Shalat sunnat ihram 2 rakaat, jika mungkin.
- Berniat Haji : Labbaika Allahumma’ Umratan
- Diperjalanan ke Mekah membaca “Talbiah” sebanyak-banyaknya.
Tiba di Mekah jama’ah akan langsung masuk penginapan untuk
istirahat sejenak, selama di mekah jema’ah melakukan kegiatan sebagai berikut :
- Umrah (Tawaf , Sa’i).
- atau Tawaf saja 7 kali keliling.
Apabila rangkaian ibadah tersebut sudah dilaksanakan, maka
selesailah pelaksanaan ibadah Umrah. Jama’ah sudah boleh mengganti pakaian
Ihram dengan pakaian biasa, sambil menunggu saatnya pelaksanaan ibadah Haji 8
Zulhijah. Jama’ah Haji Tamattu sudah boleh nelakukan apa saja yang terlarang
selama Ihram.
b) PELAKSANAAN
IBADAH HAJI TAMATTU
1. Haji Tamattu’
Haji Tamattu’ adalah berihram untuk menunaikan umrah di
bulan-bulan haji (Syawwal, Dzul Qa’dah, 10 hari pertama dari Dzul Hijjah), dan
diselesaikan umrahnya (bertahallul) pada waktu-waktu tersebut1. Kemudian pada
hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah) berihram kembali dari Makkah untuk
menunaikan hajinya hingga sempurna. Bagi yang berhaji Tamattu’, wajib baginya
menyembelih hewan kurban (seekor kambing/sepertujuh dari sapi/sepertujuh dari
unta) pada tanggal 10 Dzul Hijjah atau di hari-hari tasyriq (tanggal 11,12,13
Dzul Hijjah). Bila tidak mampu menyembelih, maka wajib berpuasa 10 hari; 3 hari
di waktu haji (boleh dilakukan di hari tasyriq2. Namun yang lebih utama
dilakukan sebelum tanggal 9 Dzul Hijjah/hari Arafah) dan 7 hari setelah pulang
ke kampung halamannya.
Ibadah Haji dimulai dengan memakai pakaian dan niat Ihram
pada tanggal 8 Zulhijah. Persiapan Ihram dilakukan di tempat penginapan Mekah,
sedangkan shalat sunat dan niat Ihramnya bisa dilakukan di rumah atau Masjidil
Haram. Niatnya : Labbaika Allahumma’ Hajjan.
TEMPAT
|
TANGGAL
|
KEGIATAN
|
Mekah
|
8 Zulhijah (pagi)
|
|
Mina
|
8
Zulhijah (siang - malam)
|
|
Mina - Arafah
|
9 Zulhijah (Pagi)
|
|
Arafah
|
9
Zulhijah (Siang - sore)
|
|
Arafah - Muzdalifah
|
9 Zulhijah (sore-malam)
|
|
Muzdalifah
|
9
Zulhijah (malam)
|
|
Mina
|
10 Zulhijah
|
|
Mina
|
11
Zulhijah
|
|
Mina
|
12 Zulhijah
|
|
Mina
|
13
Zulhijah (pagi)
|
Bagi
yang Nafar Tsani :
|
Mekah
|
13 Zulhijah (siang - malam)
|
|
3. HAJI QIRAN
Haji qiran,
mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau menyekaliguskan. Yang dimaksud
disini adalah menyatukan atau menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan
ibadah haji dan umrah. Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak
miqat makani dan melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai,
meskipun mungkin akan memakan waktu lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakan
haji qiran, berarti melakukan dua thawaf dan dua sa'i.
Yaitu Melaksanakan Ibadah Haji dan Umrah secara
bersamaan, dengan demikian prosesi tawaf, Sa’i dan tahallul untuk Haji dan
Umrah dilakukan satu kali atau sekaligus. Karena kemudahan itulah Jema’ah
dikenakan “Dam” atau denda. yaitu menyembelih seekor kambing atau bila tidak
mampu dapat berpuasa 10 hari. Bagi yang melaksanakan Haji Qiran disunnatkan
melakukan tawaf Qudum saat baru tiba di Mekah.
Miqat bagi jema’ah yang berada di Madinah ialah Bir Ali (Zulhulaifah). Sedangkan
bagi jema’ah yang sudah berada di Mekah miqatnya dapat dilakukan di Tan’im atau Ji’ranah. yang
datang ke Mekah pada hari yang mepet ke tanggal 9 Zulhijah, Miqatnya dapat
dilakukan diatas pesawat saat melintas daerah miqat.
a) PELAKSANAAN
HAJI QIRAN
. Haji Qiran
Haji Qiran adalah berihram untuk menunaikan umrah dan
haji sekaligus, dan menetapkan diri dalam keadaan berihram (tidak bertahallul)
hingga hari nahr (tanggal 10 Dzul Hijjah). Atau berihram untuk umrah, dan
sebelum memulai thawaf umrahnya dia masukkan niat haji padanya (untuk
dikerjakan sekaligus bersama umrahnya). Kemudian melakukan thawaf qudum (thawaf
di awal kedatangan di Makkah), lalu shalat dua rakaat di belakang maqam
Ibrahim. Setelah itu bersa’i di antara Shafa dan Marwah untuk umrah dan hajinya
sekaligus dengan satu sa’i (tanpa bertahallul), kemudian masih dalam kondisi
berihram hingga datang masa tahallulnya di hari nahr (tanggal 10 Dzul Hijjah).
Boleh pula baginya untuk mengakhirkan sa’i dari thawaf qudumnya yang nantinya
akan dikerjakan setelah thawaf haji (ifadhah). Terlebih bila kedatangannya di
Makkah agak terlambat dan khawatir tidak bisa tuntas mengerjakan hajinya bila
disibukkan dengan sa’i. Untuk haji Qiran ini, wajib menyembelih hewan kurban
(seekor kambing, sepertujuh dari sapi, atau sepertujuh dari unta) pada tanggal
10 Dzul Hijjah atau di hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Dzul Hijjah). Bila
tidak mampu menyembelih, maka wajib berpuasa 10 hari; 3 hari di waktu haji
(boleh dilakukan di hari tasyriq, namun yang lebih utama dilakukan sebelum
tanggal 9 Dzul Hijjah/hari Arafah) dan 7 hari setelah pulang ke kampung
halamannya.
MIQAT ditanah air. Bagi yang memilih miqat ditanah
air hendaknya melakukan persiapan ihram untuk haji sabagai berikut :
- Memotong Kuku.
- Memotong rambut secukupnya.
- Mandi sunnat ihram.
- Memakai wangi-wangian.
- Memakai pakaian ihram.
MIQAT di Saudi. Jama’ah haji yang datang ketanah
suci lebih awal biasanya akan berangkat duluan ke Madinah. Nanti mendekati
“Hari Arafah” 9 Zulhijah baru menuju Mekah. Miqat dilaksanakan ditanah suci
yaitu disalah satu tempat. Ditempat Miqat ini jama’ah melakukan hal-hal sebagai
berikut :
- Shalat sunnat ihram 2 rakaat, jika mungkin.
- Berniat Haji : Labbaika Allahumma’ Hajjan.
- Diperjalanan ke Mekah banyak-banyak membaca “Talbiah”
Tiba di Mekah jama’ah akan langsung masuk penginapan untuk
istirahat sejenak, selama di mekah jema’ah melakukan kegiatan sebagai berikut :
- Melakukan Tawaf Qudum (Tawaf sunnat waktu baru tiba di Mekah).
- Boleh langsung Sa’i Setelah Tawaf Qudum, atau boleh juga sesudah tawaf Ifadah.
- Jika melakukan Sa’i tidak boleh langsung bertahallul, sampai selesai seluruh kegiatan Ibadah Haji.
Sesudah tawaf Qudum dan Sa’i jama’ah menunggu waktu
pelaksanaan haji yang dimulai tanggal 8 Zulhijah. Dalam waktu menunggu
pelaksanaan haji itu, jama’ah Haji Qiran harus tetap mengenakan pakaian Ihram,
dan mematuhi semua larangan yang berkenaan dengan ihram.
b) PELAKSANAAN
HAJI QIRAN
TEMPAT
|
TANGGAL
|
KEGIATAN
|
Mekah
|
8 Zulhijah (pagi)
|
|
Mina
|
8
Zulhijah (siang - malam)
|
|
Mina - Arafah
|
9 Zulhijah (Pagi)
|
|
Arafah
|
9
Zulhijah (Pagi - sore)
|
|
Arafah - Muzdalifah
|
9 Zulhijah (sore-malam)
|
|
Muzdalifah
|
9
Zulhijah (malam)
|
|
Mina
|
10 Zulhijah
|
|
Mina
|
11
Zulhijah
|
|
Mina
|
12 Zulhijah
|
|
Mina
|
13
Zulhijah (pagi)
|
Bagi
yang Nafar Tsani :
|
Mekah
|
13 Zulhijah (siang - malam)
|
|
C.
KEGIATAN
HAJI
Berikut adalah kegiatan utama dalam ibadah haji berdasarkan
urutan waktu:
·
Sebelum 8 Zulhijah, umat Islam dari seluruh dunia
mulai berbondong untuk melaksanakan Tawaf Haji di Masjid Al Haram, Makkah.
·
8 Zulhijah, jamaah haji bermalam di Mina. Pada pagi 8 Zulhijah, semua umat
Islam memakai pakaian Ihram (dua lembar kain tanpa jahitan
sebagai pakaian haji), kemudian berniat haji, dan membaca bacaan Talbiyah. Jamaah kemudian berangkat menuju
Mina, sehingga malam harinya semua jamaah haji harus bermalam di Mina.
·
9 Zulhijah, pagi harinya semua jamaah haji
pergi ke Arafah. Kemudian
jamaah melaksanakan ibadah Wukuf, yaitu
berdiam diri dan berdoa di padang luas ini hingga Maghrib datang. Ketika malam
datang, jamaah segera menuju dan bermalam Muzdalifah.
·
10 Zulhijah, setelah pagi di Muzdalifah, jamaah
segera menuju Mina untuk melaksanakan ibadah Jumrah Aqabah, yaitu melempar batu sebanyak tujuh
kali ke tugu pertama sebagai simbolisasi mengusir setan. Setelah mencukur
rambut atau sebagian rambut, jamaah bisa Tawaf Haji (menyelesaikan Haji), atau
bermalam di Mina dan melaksanakan jumrah sambungan (Ula dan Wustha).
·
11 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di
tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
·
12 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di
tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
·
Sebelum pulang ke negara masing-masing, jamaah melaksanakan
Thawaf Wada' (thawaf perpisahan).
D.
LOKASI
UTAMA DALAM IBADAH HAJI
Makkah Al Mukaromah
Di kota inilah berdiri pusat ibadah umat Islam sedunia, Ka'bah, yang
berada di pusat Masjidil
Haram. Dalam ritual haji, Makkah menjadi tempat pembuka dan
penutup ibadah ini ketika jamaah diwajibkan melaksanakan niat dan thawaf haji.
a. Arafah : Kota di
sebelah timur Makkah ini juga dikenal sebagai tempat pusatnya haji, yiatu
tempat wukuf dilaksanakan, yakni pada tanggal 9 Zulhijah tiap tahunnya. Daerah
berbentuk padang luas ini adalah tempat berkumpulnya sekitar dua juta jamaah
haji dari seluruh dunia. Di luar musim haji, daerah ini tidak dipakai.
b. Muzdalifah
: Tempat di dekat Mina dan Arafah, dikenal sebagai tempat
jamaah haji melakukan Mabit (Bermalam) dan mengumpulkan bebatuan untuk
melaksanakan ibadah jumrah di Mina.Rute yang dilalui oleh jamaah dalam ibadah
haji
c. Mina : Tempat
berdirinya tugu jumrah, yaitu tempat pelaksanaan kegiatan melontarkan batu ke
tugu jumrah sebagai simbolisasi tindakan nabi Ibrahim ketika mengusir setan.
Dimasing-maising tempat itu berdiri tugu yang digunakan untuk pelaksanaan: Jumrah Aqabah, Jumrah Ula, dan Jumrah Wustha. Di tempat ini jamaah juga
diwajibkan untuk menginap satu malam.
d. Madinah : Adalah
kota suci kedua umat Islam. Di tempat inilah panutan umat Islam, Nabi Muhammad SAW
dimakamkan di Masjid
Nabawi. Tempat ini sebenarnya tidak masuk ke dalam ritual ibadah
haji, namun jamaah haji dari seluruh dunia biasanya menyempatkan diri
berkunjung ke kota yang letaknya kurang lebih 330 km (450 km melalui transportasi darat) utara
Makkah ini untuk berziarah dan melaksanakan salat di masjidnya Nabi.
e. Tempat bersejarah : Berikut ini adalah tempat-tempat bersejarah, yang meskipun bukan rukun haji, namum biasa dikunjungi oleh para jemaah haji atau peziarah lainnya[4]:
f.
Jabal Nur dan Gua Hira : Jabal Nur terletak kurang lebih 6 km
di sebelah utara Masjidil Haram. Di puncaknya terdapat sebuah gua yang dikenal
dengan nama Gua Hira. Di gua inilah Nabi Muhammad saw menerima wahyu yang
pertama, yaitu surat Al-'Alaq ayat 1-5.
g. Jabal Tsur
: Jabal Tsur terletak kurang lebih 6 km di sebelah selatan Masjidil
Haram. Untuk mencapai Gua Tsur ini memerlukan perjalanan mendaki selama 1.5
jam. Di gunung inilah Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar As-Siddiq
bersembunyi dari kepungan orang Quraisy ketika hendak hijrah ke Madinah.
h. Jabal
Rahmah : Yaitu tempat bertemunya Nabi Adam as dan Hawa setelah keduanya terpisah saat
turun dari surga.
Peristiwa pentingnya adalah tempat turunnya wahyu yang terakhir pada Nabi Muhammad saw,
yaitu surat Al-Maidah ayat 3.
i.
Jabal Uhud : Letaknya kurang lebih 5 km dari
pusat kota Madinah. Di bukit
inilah terjadi perang dahsyat antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin
Mekah. Dalam pertempuran tersebut gugur 70 orang syuhada di antaranya Hamzah
bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad saw. Kecintaan Rasulullah saw pada para
syuhada Uhud, membuat beliau selalu menziarahinya hampir setiap tahun. Untuk
itu, Jabal Uhud menjadi salah satu tempat penting untuk diziarahi.
j.
Makam Baqi' : Baqi' adalah tanah kuburan untuk
penduduk sejak zaman jahiliyah sampai sekarang. Jamaah haji yang meninggal di
Madinah dimakamkan di Baqi', letaknya di sebelah timur dari Masjid Nabawi. Di
sinilah makam Utsman
bin Affan ra, para istri Nabi, putra dan putrinya, dan para sahabat
dimakamkan. Ada banyak perbedaan makam seperti di tanah suci ini dengan makam
yang ada di Indonesia, terutama dalam hal peletakan batu nisan.
k.
Masjid Qiblatain : Pada masa permulaan Islam, kaum
muslimin melakukan salat dengan menghadap kiblat ke arah Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina. Pada
tahun ke-2 H bulan Rajab pada saat Nabi Muhammad saw melakukan salat Zuhur di
masjid ini, tiba-tiba turun wahyu surat Al-Baqarah ayat 144 yang memerintahkan
agar kiblat salat diubah ke arah Kabah Masjidil Haram, Mekah. Dengan terjadinya
peristiwa tersebut maka akhirnya masjid ini diberi nama Masjid Qiblatain yang
berarti masjid berkiblat dua.
E.
SYARAT RUKUN DAN WAJIB HAJI
a. Syarat
Haji
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal sehat
4. Merdeka
5. Mampu
2. Baligh
3. Berakal sehat
4. Merdeka
5. Mampu
b. Rukun Haji
1. Ihram
2. Wukuf di Arafah
3. Thawaf Ifadlah
4. Sa’i
5. Memotong rambut / Tahallul
6. Tertib
2. Wukuf di Arafah
3. Thawaf Ifadlah
4. Sa’i
5. Memotong rambut / Tahallul
6. Tertib
Catatan : Rukun haji harus
dilaksanakan bila ada salah satu atau lebih tidak dilaksanakan, maka tidak
dapat diganti dengan dam (denda), dan hajinya batal (tidak sah).
c. Wajib Haji
1. Ihram dari
Miqat
2. Mabit di Muzdalifah
3. Mabit di Mina
4. Melempar Jumrah
5. Thawaf Wada’
2. Mabit di Muzdalifah
3. Mabit di Mina
4. Melempar Jumrah
5. Thawaf Wada’
Catatan : Wajib Haji
harus dilaksanakan dan apabila salah satu ada yang ditinggalkan, maka hajinya
sah tapi harus membayar dam (denda).
Seorang calon jamaah haji, sudah seharusnya mengenali
jenis-jenis haji dan miqatnya. Agar dia bisa melihat dan memilih, jenis haji
apakah yang paling tepat baginya dan dari miqat manakah dia harus melakukannya.
F.
Jenis
Haji Apakah yang Paling Utama (Afdhal)?
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Berdasarkan
penelitian, maka keutamaan tersebut tergantung pada kondisi orang yang akan
melakukannya. Jika dia safar untuk umrah secara tersendiri (lalu pulang),
kemudian safar kembali untuk berhaji, atau dia bersafar ke Makkah sebelum
bulan-bulan haji untuk berumrah lalu tinggal di sana, maka para ulama sepakat
bahwa yang afdhal baginya adalah haji Ifrad. Adapun jika dia bersafar ke Makkah
pada bulan-bulan haji untuk melakukan umrah dan haji (sekali safar) dengan
membawa hewan kurban, maka yang afdhal baginya adalah haji Qiran. Dan
bila tidak membawa hewan kurban maka yang afdhal baginya adalah haji
Tamattu’.” (Lihat Taudhihul Ahkam juz 4, hal. 60)
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa haji Tamattu’
lebih utama dari semua jenis haji secara mutlak. Bahkan Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullah berpendapat bahwa hukum haji Tamattu’ adalah wajib, sebagaimana
dalam kitab beliau Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (hal. 11-17,
cet. ke-4). Namun demikian, beliau rahimahullah mengatakan: “Mungkin ada yang
berkata, ‘Sesungguhnya apa yang engkau sebutkan tentang wajibnya haji Tamattu’
dan bantahan terhadap yang mengingkarinya, sangatlah jelas dan bisa diterima.
Namun masih ada ganjalan manakala ada yang mengatakan bahwa Al-Khulafa’
Ar-Rasyidun justru melakukan haji Ifrad. Bagaimanakah solusinya?’ Jawabannya:
‘Dalam bahasan yang lalu telah kami jelaskan bahwasanya haji Tamattu’ itu
hukumnya wajib, bagi seseorang yang tidak membawa hewan kurban. Adapun bagi
seseorang yang membawa hewan kurban, maka tidak wajib baginya berhaji Tamattu’.
Bahkan (dalam kondisi seperti itu) tidak boleh baginya untuk berhaji Tamattu’.
Yang afdhal baginya adalah haji Qiran atau haji Ifrad. Sehingga apa yang telah
disebutkan bahwa Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun berhaji Ifrad, dimungkinkan karena
mereka membawa hewan kurban. Dengan demikian masalahnya bisa dikompromikan,
walhamdulillah.” (Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hal. 18-19)
G.
Miqat
Haji
Miqat haji ada dua macam:
1.
Miqat zamani: Yaitu batasan-batasan
waktu di mana dilakukan ibadah haji. Batasan waktu tersebut adalah bulan-bulan
haji (Syawwal, Dzul Qa’dah, dan 10 hari pertama dari bulan Dzul Hjjah).
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُوْمَاتٌ
“Haji itu pada bulan-bulan yang telah ditentukan.”
(Al-Baqarah: 197)
2.
Miqat makani: Yaitu sebuah
tempat yang telah ditentukan dalam syariat, untuk memulai niat ihram haji dan
umrah.
·
Miqat Makani tersebut ada lima, yaitu:
Pertama: Dzul Hulaifah (sekarang dinamakan Abyar ‘Ali atau Bir ‘Ali). Tempat
ini adalah miqat bagi penduduk kota Madinah dan yang datang melalui rute
mereka. Jaraknya dengan kota Makkah sekitar 420 km.
Kedua: Al-Juhfah. Tempat ini adalah miqat penduduk
Saudi Arabia bagian utara dan negara-negara Afrika Utara dan Barat, serta
penduduk negeri Syam (Lebanon, Yordania, Syiria, dan Palestina). Jaraknya
dengan kota Makkah kurang lebih 208 km. Namun tempat ini telah ditelan banjir,
dan sebagai gantinya adalah daerah Rabigh yang berjarak kurang lebih 186 km dari
kota Makkah.
Ketiga: Qarnul Manazil (sekarang dinamakan As-Sail), yang
berjarak kurang lebih 78 km dari Makkah, atau Wadi Muhrim (bagian atas Qarnul
Manazil) yang berjarak kurang lebih 75 km dari kota Makkah. Tempat ini
merupakan miqat penduduk Najd dan yang setelahnya dari negara-negara Teluk,
Irak (bagi yang melewatinya), Iran, dll. Demikian pula penduduk bagian selatan
Saudi Arabia yang berada di seputaran pegunungan Sarat.
Keempat: Yalamlam (sekarang dinamakan As-Sa’diyyah), yang
berjarak kurang lebih 120 km dari kota Makkah (bila diukur lewat jalur selatan
Tihamah). Ini adalah miqat penduduk negara Yaman, Indonesia, Malaysia,
dan sekitarnya.
Kelima: Dzatu ‘Irqin (sekarang dinamakan
Adh-Dharibah), yang berjarak kurang lebih 100 km dari kota Makkah. Ini
adalah miqat penduduk negeri Irak (Kufah dan Bashrah) dan penduduk
negara-negara yang melewatinya. Awal mula direalisasikannya Dzatu ‘Irqin
sebagai miqat adalah di masa khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab. Yaitu ketika
penduduk Kufah dan Bashrah merasa kesulitan untuk pergi ke miqat Qarnul
Manazil, dan mengeluhkannya kepada khalifah. Mereka pun diperintah untuk
mencari tempat yang sejajar dengannya. Dan akhirnya dijadikanlah Dzatu ‘Irqin
sebagai miqat mereka dengan kesepakatan dari khalifah Umar bin Al-Khaththab
radhiyallahu ‘anhu, yang ternyata mencocoki sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sebagaimana dalam Shahih Muslim dari hadits Jabir bin Abdillah
radhiyallahu ‘anhuma. (Lihat Taudhihul Ahkam juz 4, hal. 43-48, Asy-Syarhul
Mumti’ juz 4, hal. 49-50, Irwa`ul Ghalil, juz 4 hal. 175)
H.
HAJI MABRUR
"Dan tidak ada
ganjaran lain bagi haji mabrur (haji yang baik) selain surga." (HR.
Bukhari, Muslim, Tirmdizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad dan Malik)
Hadis di atas,
selain merupakan kabar gembira, juga merupakan peringatan bagi saudara-saudara
kita yang sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci, yaitu agar melaksanakan
ibadah hajinya dengan ikhlas dan benar (sesuai tuntunan Rasulullah Saw.), serta
taat pada setiap perintah dan larangan Allah.Ikhlas dan sesuai tuntunan
Rasulullah adalah syarat mutlak untuk semua ibadah, termasuk haji.Sebab,
sebagaimana dikatakan Imam al-Fudhail bin 'Iyadh, ibadah tidak akan diterima
bila tidak dikerjakan dengan cara yang benar, meskipun disertai dengan sikap
ikhlas.
Demikian pula bila
tidak dilakukan dengan ikhlas, sekalipun itu dengan cara yang benar. Agar
diterima, ibadah harus dikerjakan secara ikhlas sekaligus benar. Ikhlas demi
Allah, dan benar berdasarkan sunnah Rasulullah. Jadi, penilaiannya bukan pada
kuantitas tapi kualitas, yaitu ikhlas dan sesuai sunnah Rasulullah. Untuk itu,
hal pertama yang harus diperhatikan seorang muslim untuk meraih haji mabrur
adalah meniatkan hajinya semata-mata karena Allah, bukan karena tujuan lain! Ia
harus menghilangkan sama sekali perasaan riya’ (ingin dilihat orang) dan sum'ah
(ingin menjadi buah bibir orang).
Rasulullah
menjelaskan, riya’ adalah ”syirkul ashgar” (bentuk kemusyrikan yang paling
kecil). Dalam hadis riwayat Imam Ibnu Khuzaimah, Rasulullah menjelaskan bahwa
orang-orang yang riya’ dalam menghafal al-Qur'an, bersedekah, dan berjihad akan
menjadi kayu bakar pertama api neraka. Berpijak pada semangat hadis ini, tidak
menutup kemungkinan orang yang pergi haji karena riya’ akan mengalami nasib
yang sama. Adapun orang yang sum'ah, di akhirat nanti akan diumumkan di hadapan
semua makhluk Allah sebagai orang yang kecil dan hina.
Rasulullah
bersabda, "Barang siapa ingin didengar manusia (bersikap sum'ah) karena
kehebatan ilmunya, Allah akan memperdengarkannya di hadapan makhluk-makhlukNya
dalam keadaan kecil dan hina." (HR. Imam Ahmad dan Thabrani) Keikhlasan
yang dituntut di sini adalah keikhlasan yang konsisten. Tak hanya ketika akan
berangkat, tapi di tengah-tengah dan sesudah pelaksanaan haji pun seorang
muslim yang berharap haji mabrur harus tetap menjaga keikhlasannya. Tidak
gampang bagi kita dan tidak sulit bagi setan untuk merusak keikhlasan kita dari
pintu mana pun. Karena itu, bila sedikit saja timbul perasaan tidak ikhlas di
hati, segeralah ingat dan meminta ampun kepadaNya.
Hal kedua yang
perlu diperhatikan seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur adalah
kesesuaian amalan-amalan haji yang dilaksanakannya dengan tuntunan Rasulullah.
Rasulullah pernah bersabda, "Contohlah cara manasik hajiku!" (HR
Muslim). Dengan demikian, seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur harus
mengetahui dengan benar apa saja rukun, kewajiban, sunnah, dan larangan haji
yang diajarkan Rasulullah. Ia juga harus berusaha meninggalkan
tindakan-tindakan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah. Karena tidak ada
jaminan tindakan-tindakan tersebut akan mendapat pahala dari Allah. Berbeda
halnya bila kita mengikuti tuntunan Rasulullah, maka jaminannya adalah Allah
sendiri. Di sini, pengetahuan terhadap amalan-amalan haji yang sesuai tuntunan
Rasulullah adalah hal mutlak. Haji mabrur tidak akan diraih bila seseorang
tidak mengetahui dengan benar apa yang harus dilakukan dan apa yang harus
ditinggalkannya ketika berada di tanah suci. Harta yang Baik. Di antara
tuntunan lain yang diajarkan Rasulullah adalah berhaji dengan harta yang baik.
Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah
itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik." (HR. Muslim)
Istilah
"haji mabrur" sendiri, menurut sebagian ulama berarti "haji yang
di dalamnya tidak ada maksiat atau haji yang baik". Di dalam surat
al-Baqarah ayat 177, al-Qur'an menyebut al-birr (asal kata mabrur, yang artinya
kebaikan) sebagai kebaikan yang memiliki dimensi vertikal dan horizontal. Dalam
pengertian ini, haji mabrur adalah haji yang dilakukan oleh orang yang memiliki
hubungan baik dengan Allah dan lingkungan sekitarnya. Namun begitu, kita memang
tidak bisa menilai apakah seseorang itu benar-benar mencapai haji mabrur atau
tidak. Itu hak Allah. Namun kita bisa mengenali ciri-ciri orang yang meraih
haji mabrur, antara lain, perubahan pribadi ke arah yang positif. Perubahan ini
mencakup hubungan vertikal (dengan Allah) dan horizontal (dengan lingkungan
sekitar), juga mencakup kualitas ibadah jasmani dan rohani. Bila tadinya tidak
pernah beribadah, menjadi rajin beribadah. Bila sudah rajin beribadah, menjadi
lebih rajin lag. Bila tadinya pendendam, menjadi pemaaf. Bila tadinya pemaaf,
menjadi lebih pemaaf, dan seterusnya. Perubahan ini pada dasarnya disebabkan
oleh intensitas penghayatan dan pemaknaan terhadap ibadah haji itu sendiri. Di
dalam surat al-Hajj ayat 58, Allah menjelaskan salah satu tujuan haji:
"Agar mereka (orang-orang yang melaksanakan haji) menyaksikan
manfaat-manfaat bagi mereka." Wallahualam.
BAB 3
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pengertian haji banyak
ditulis di buku-buku fiqih. Ada beberapa perbedaan di kalangan ulama mengenai
pengertian haji ini,
namun perbedaan-perbedaan tersebut bukan suatu yang prinsip, melainkan sebatas
pada tataran redaksional saja.
Macam-macam haji :
a. Haji Ifrad yaitu : mendahulukan Haji
daripada Umrah.
b. Haji Tamattu’ yaitu : mendahulukan Umrah baru kemudian Haji.
c. Haji Qiran yaitu : melaksanakan Haji sekaligus Umrah.
b. Haji Tamattu’ yaitu : mendahulukan Umrah baru kemudian Haji.
c. Haji Qiran yaitu : melaksanakan Haji sekaligus Umrah.
Kegiatan
inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Zulhijah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam
diri) di Padang
Arafah pada tanggal 9 Zulhijah, dan berakhir setelah melempar
jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Zulhijah. Masyarakat
Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya
Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini.
Haji
Arbain (bahasa Arab: اربعين arba'in, artinya "empat
puluh") adalah ibadah haji yang disertai dengan salat fardhu sebanyak 40
kali di Masjid An-Nabawi Madinah tanpa terputus. Ibadah ini seringkali
dikerjakan oleh jamaah haji dari Indonesia. Dalam pelaksanaannya, mereka
setidak-tidaknya tinggal di Madinah saat haji selama 8 atau 9 hari, dan dengan
perhitungan sehari akan salat wajib sebanyak 5 kali dan selama 8 atau 9 hari
maka akan tercukupi jumlah 40 kali salat wajib tanpa terputus.
Secara umum,
ibadah tidak akan diterima jika kita memanfaatkan sarana ibadah dari
sumber-sumber yang tidak halal. Kelanjutan hadis di atas menegaskan hal ini.
Rasulullah berkata, "Bagaimana mungkin akan dikabulkan, doa orang yang
makanannya, minumannya, pakaiannya, dan pendapatannya haram, sekalipun ia terus
menerus menengadahkan tangannya ke langit." Hal ketiga yang harus
diperhatikan seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur adalah patuh pada
setiap perintah dan larangan Allah. Tak hanya perintah dan larangan yang
berkaitan dengan haji tapi juga perintah dan larangan Allah secara umum. Ini
kewajiban seorang muslim kapan dan di mana pun ia berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar